Selasa, 17 Januari 2012

Tanah Para Petani

Philosophy and Cultural Studies

Dari lahan yang subur dan hasil pertanian yang melimpah petani menerima hasil yang kecil. Kaum pedagang dan negara telah mengambil kelebihan hasil produksi itu di gudang-gudang. Sementara lumbung-lumbung petani, tak tersisa hasil-hasil produksi dari ladang, kecuali catatan hutang.

Oleh negara dari keuntungan, menjual hasil rampasan itu dibangun jalan-jalan beraspal, mal-mal pabrik-pabrik dan gedung rapat. Dengan nada congkak nan naif, pembangunan dan industrialisasi dimantrakan. Revolusi hijau menyulap kerbau-kerbau menjadi traktor, lesung tergusur mesin-mesin selep.

Suara pembangunan terdengar sampai sawah. Megah berdiri rumah-rumah, restoran mewah dan industri-industri. Seperti optimistis pemerintah, menghisap ruang-ruang pertanian dan menjadikan petani dan anak-anaknya menjadi kuli-kuli bangunan dan penyokong kota-kota.

Tanah para petani terenggut tanpa sadar dan sikap 'nrimo' saja. Wajah-wajah kusam kaum urban memenuhi sudut-sudut terpinggir industrialisasi. Di kota, nasib korban pembangunan, tak lebih baik dari sekedar 'cukup nggak cukup'.

Setelah penguasa lama, dengan perangkat pemaksa, tipu daya dan bedil-bedil itu tumbang, tanah-tanah yang dirampas itu tak juga dikembalikan.UUPA dengan agrarian reform masih manis di atas kertas dan nol dalam pelaksanaan.Bahkan budaya kekerasan penguasa, satu dua kali, masih menjadi benteng-benteng pelindung pedagang/ kaum fisiokrat/ kapitalis yang sama-sama culas.

Petani berdiri tegak di atas ketidakadilan negara. Nasib para petani mustahil sejahtera kalau menunggu pemimpin berbaik hati. Harapan akan tinggal harapan manakala tidak ada usaha apapun untuk menyegerakan berbagai reforms di bidang keagrariaan itu. Para petani sendiri secara terorganisasi mestilah berkeberdaaan untk mewujudkan tanah dan apa-apa yang jadi tuntutan dan keinginanya itu. Dalam wadah-wadah dan berserikat, kepentingan, aspirasi, dan tuntutan itu diwujudkan (Soetandyo, 2002).

Tanah simbol kedaulatan petani, kalau tanah tidak dimiliki, petani dan rakyat tidak akan memakan suatu apapun, kalau tidak ada yang bisa dimakan jangan salahkan kemarahan, kalau kemarahan itu semakin tak terkontrol karena etrjadi dimana-mana, pembangkangan akan terjadi. Kalau pembangkangan sering terjadi, pemerintah ahrus waspada, kalau negara dalam situasi tegang terus menerus, negara akan melemah & ambruk.

Tanah para petani ialah masalah kesejahteraan dan keselamatan anak-anak manusia yang harus dapat hidup secara layak dan sinambung dengan jaminan asasi. Oleh negara, han ini harus dijamin perlindungannya agar setiap manusia, khususnya petani, untuk memperoleh kemanfaatan dan kesejahteraan bagi hdiupnya dari sumber-sumber agraria di atas tanah yang menjadi kedaulatannya.
Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thank's a lot